Kuda-kuda yang berlarian melintasi serpihan api
Bulu-bulunya terbakar
Bau gosong semerbak sepanjang jalur berbatu
Kuda-kuda yang berlarian melintasi serpihan api
Otot-otot dan tulang besi
Membentuk segerombolan anak panah Ramayana
Hujan turun dibalik bukit
Lukisan membentuk kubangan air
Berhenti sejenak
Bermain air bak sekumpulan kerbau
Hujan turun dibalik bukit
Mengalir menderu membasuh rerumputan
Peta jalan terhapus debu
Tak tahu kemana jalan pulang
Perang sudah usai saat gong perdamaian diperdengarkan
Goresan pedang sudah mengering
Bercak darah telah menjadi lukisan mozaik kehidupan
Rindu akan kampung halaman
Aku mendengar seseorang memanggil namaku
Jelas suara yang dulu sering mengerang
Tak berubah sedari dulu
Matanya masih tetap memancarkan api kehidupan
tak ada yang sempurna di dunia ini.. kita manusia selalu mencari kesempurnaan itu.. melalui ketidak sempurnaan itu aku berusaha menjadi orang yang bisa menjadikan ketidak sempurnaan itu tidak ada
Jumat, 31 Agustus 2012
Jumat, 24 Agustus 2012
Mimpi dibawah Pohon Jambu
Siang itu genap seminggu engkau pergi
Meninggalkan bercak biru disisi hatiku
Demi asa yang tak pernah aku tahu
Setelah seminggu kau pergi
Udara menderu menyerbu
Kepalan angin menghujam dalam mimpi
Ingatkan aku jika matahari mulai bersembunyi
Saat dulu kau selalu ragu untuk menentu
Sebatas bayangan yang diberikan rembulan
Kau santap habis dengan keraguan
Bangunkan aku jika tidurku terlelap
Matamu tajam menghujam matahari
Bias pelangi hanya membuaiku untuk kembali bermimpi
Kau selalu takut untuk memejamkan mata
Kucuran keringatmu membawa langkah melintasi bukit
Panorama yang membungkus sepi saat kita bersila
Bincang terekam dalam buah-buah jambu yang berguguran
Ulat bersemi dalam buah jambu saat musim hujan
Panjatmu bak kera yang kelaparan
Kau jatuhkan kekepalaku saat aku terlelap
Dibawah pohon jambu
mimpiku kau lukis jadi kelam
Saat aku terjaga
Kau telah pergi
Meninggalkan segunung buah jambu
Dan dari sanalah, daun-daun berguguran
Senin, 06 Agustus 2012
Tiga Cinta Dalam Semangkuk Sup
Hujan
turun hari itu
Bias
jendela basah oleh embun
Aku
mencium wangi rempah
Dari
panci di atas kompor
Hangat
jahe, merica dan pala bercinta
Uapnya
menyeruap keseluruh rumah
Hujan
masih turun dengan deras
Kau
seduh sup kedalam mangkuk
Sajikanlah
kehadapanku
Yang
duduk terpaku dimeja makan
Supmu
tak lagi sehangat saat diatas panci
Tak
sayur ataupun daging didalamnya
Hujan
masih saja tak kunjung reda
Kau
menatap jendela
Sama
seperti saat aku menanti sup hangatmu
Kemudian
kau membuka pintu
Mempersilahkan
seorang pria untuk masuk
Pria
tanpa nama dan rupa
Hujan masih brutal menghujam bumi
Begitupula
supmu yang telah meracuni tubuhku
Untuk
kedua kalinya
Kau
seduh sup kedalam mangkuk
Begitu
terkejutnya aku
Sup
itu kau berikan kepada pria itu
Sabtu, 04 Agustus 2012
Kesatria Padang Senja
Aku
bukanlah manusia
Terlahir
dari ketidakberdayaan
Kepasrahan
dalam menelan dusta
Tersimpan
dalam bayangan
Aku
bukanlah manusia
Lahir
dari kebohongan kaleng rombeng yang berkarat
Menyelam
dalam kolam kenistaan
Menyedot
tinja dalam dubur kepalsuan
Teriakanku
memecah batas kepasrahan
Tangisku
menghanyutkan sampan ke pulau derita
Aku
bukanlah manusia
Hanya
sebuah ketiadaan
Rahim
hanya tempat untuk beradu dalam kabut
Nyawa
ini membuatnya berguna untuk sesaat
Aku
bukanlah manusia
Hanya
secuil penyesalan
Aku
adalah kesatria
Yang
lahir dari padang rumput ditepian senja
Kobaran
sinarnya menyendirikan
Saat terbuang bersama janin merah yang berdarah
Kamis, 02 Agustus 2012
Lelaki yang Mencintai Bintang
Setiap kali rintik
hujan penyapu bumi, aku selalu percaya bahwa pelangi bersiap membuang jejak di
bumi.
Jingga nila dan ungu membalut sunyi dalam remang lembayung.
Aku bukanlah
lelaki yang memuja pelangi dan berharap bertemu bidadari saat mereka mandi.
Bukan
pula prajurit dewa yang berhiaskan pedang pelangi.
Hitam menjauhi kelam
saat aku mulai mencintai matahari.
Sinar putih yang tak pernah pupus walaupun
bidadari membekap mataku dengan mejikuhinibiu.
Kau tahu teman.
Adakalanya matahari
bersembunyi dalam mega dan enggan bersinar.
Tepian matahari yang membawa kelam
kepada hati membuat aku gunda untuk berlari.
Retina mata tak dapat menangkap
seberkas sinar yang membawaku berangan.
Aku berlari ke kota
untuk bermain bersama gemerlap lampu taman.
Lampu-lampu jalan belum mampu menemani
saat malam tak kunjung memberikan cerah dalam sukma.
Bulan pun terlalu muda
untuk berbinar.
Sinar bulan hanya mampu membuat remang saat aku terlelap
dibawah dahan cemara.
Dalam malam dan hitamnya hari, aku terus merentas galau.
Saat kutanya bulan, jawabannya adalah bintang yang bersanding.
Ternyata benar adanya bahwa bintang tak pernah takut untuk bersinar meski harus bersanding dengan bulan.
Langganan:
Postingan (Atom)